Asrama Cabe Rawit PC Cangkuang: Mendidik Gen Z dengan 29 Karakter Luhur—Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh dalam era digital yang serba cepat.
Teknologi dan internet menjadi bagian integral dari kehidupan mereka. Meski teknologi memberikan banyak manfaat, ada kekhawatiran bahwa generasi ini mengalami penurunan dalam hal budi pekerti dan sopan santun.
Pengaruh Teknologi dan Media Sosial
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi perilaku generasi Z adalah dominasi teknologi dan media sosial dalam kehidupan sehari-hari. Media sosial memberikan platform untuk berkomunikasi, tetapi seringkali komunikasi ini terjadi tanpa filter yang biasa ada dalam interaksi tatap muka.
Hal ini bisa mengarah pada perilaku yang kurang sopan karena pengguna merasa lebih anonim dan kurang bertanggung jawab atas kata-kata dan tindakan mereka.
Selain itu, media sosial sering menekankan pada konten yang viral dan menghibur, yang bisa mempromosikan perilaku tidak sopan atau kurang berbudi pekerti jika itu yang mendapatkan perhatian dan apresiasi.
Konten negatif atau provokatif sering kali mendapatkan lebih banyak perhatian dibandingkan dengan konten yang mendidik atau beretika.
Kurangnya Pendidikan Budi Pekerti
Pendidikan formal seringkali lebih menekankan pada aspek akademik dibandingkan dengan pendidikan karakter. Meskipun ada upaya untuk mengintegrasikan pendidikan karakter dalam kurikulum, kenyataannya adalah bahwa banyak sekolah masih kekurangan waktu dan sumber daya untuk benar-benar fokus pada pengembangan budi pekerti dan sopan santun.
Di era digital ini, pentingnya pendidikan budi pekerti menjadi semakin mendesak karena anak-anak harus dibekali dengan keterampilan untuk berinteraksi dengan baik di dunia maya.
Peran Keluarga dan Lingkungan
Keluarga memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak. Sayangnya, dalam beberapa kasus, orang tua mungkin terlalu sibuk atau tidak cukup memahami pentingnya membina budi pekerti sejak dini.
Tanpa bimbingan yang tepat dari keluarga, anak-anak mungkin mencari panutan di tempat lain, termasuk dari media sosial atau teman sebaya, yang tidak selalu memberikan contoh yang baik.
Lingkungan juga berperan besar dalam perkembangan budi pekerti generasi Z. Komunitas yang kurang menekankan pada nilai-nilai etika dan moral dapat membuat anak-anak sulit untuk menginternalisasi norma-norma sosial yang positif.
Oleh karena itu, penting bagi seluruh komunitas untuk bekerja sama dalam mendukung pendidikan budi pekerti.
Membangun Kembali Budi Pekerti dan Sopan Santun
Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa langkah dapat diambil oleh berbagai pihak, mulai dari keluarga, sekolah, hingga masyarakat luas:
- Peran Keluarga yang Lebih Aktif: Orang tua harus lebih terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka dan memberikan contoh yang baik dalam hal budi pekerti dan sopan santun. Diskusi rutin tentang pentingnya etika dan perilaku baik dapat membantu anak-anak memahami nilai-nilai tersebut.
- Integrasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum: Sekolah harus mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kurikulum mereka. Ini bisa dilakukan melalui pelajaran khusus tentang etika, program mentor, atau kegiatan ekstrakurikuler yang menekankan pada pengembangan karakter.
- Penggunaan Media Sosial yang Bijak: Pendidikan tentang penggunaan media sosial yang bijak dan bertanggung jawab sangat penting. Anak-anak perlu diajarkan tentang dampak dari tindakan mereka di dunia maya dan bagaimana berinteraksi dengan sopan dan menghormati orang lain, bahkan secara online.
- Penguatan Komunitas: Masyarakat harus mendukung inisiatif yang mempromosikan budi pekerti dan sopan santun. Program-program komunitas, kegiatan keagamaan, dan organisasi pemuda dapat menjadi sarana yang efektif untuk mengajarkan nilai-nilai ini.
- Pembinaan Sejak Usia Dini: Mulai membina budi pekerti dan sopan santun sejak usia dini sangat penting. Anak-anak yang tumbuh dengan nilai-nilai ini cenderung membawa mereka ke masa dewasa, sehingga menjadi individu yang berkontribusi positif terhadap masyarakat.
Asrama Cabe Rawit PC Cangkuang: Mendidik Gen Z dengan 29 Karakter Luhur
Sehubungan dengan fenomena Gen Z tersebut, dalam rangka pembinaan Generus LDII, Warga LDII Soreang yang berdomisili di sekitar Kecamatan Cangkuang tepatnya di Perumahan Parahyangan Kencana sudah mengadakan Asrama Cabe Rawit dalam rangka mengisi libur panjang sekolah.
Kami sudah menghubungi Ketua LDII PC Cangkuang, Mufti Hasan guna mengkonfirmasi kegiatan Asrama Cabe Rawit PC Cangkuang tersebut pada Rabu (10/7).
“Alhamdulillah, bekerjasama dengan pengelola mushola Parken, selama 3 hari kami sudah melaksanakan asrama Cabe Rawit,” ungkap Mufti.
“Selama 3 hari sejak Senin sampai dengan hari ini Rabu, dengan pengajar ustadz muda, Arif,” tambahnya.
Mereka belajar hafalan doa-doa dan pengamalan budi pekerti.
“Semoga dengan berlangsungnya pembinaan sejak usia dini, keimanan mereka akan semakin kokoh ketika dewasa,” harapnya.
Mengingat, Mufti menambahkan—saat ini, generasi Z cenderung mengalami penurunan budi pekerti dan sopan santun.
“Oleh karena itu, kita perlu mengarahkan mereka sejak awal dengan Pembinaan 29 Karakter Luhur. Kita bina akhlakul karimah dan budi pekerti generus demi masa depan mereka,” tutup Mufti Hasan.
Generasi Z menghadapi tantangan unik dalam mengembangkan budi pekerti dan sopan santun di tengah era digital. Meski teknologi memberikan banyak manfaat, penting untuk memastikan bahwa generasi ini juga dibekali dengan nilai-nilai etika yang kuat.
Melalui kerjasama antara keluarga, mushola, dan masyarakat, kita dapat membantu generasi Z untuk tumbuh menjadi individu yang sopan, beretika, dan berbudi pekerti luhur, siap untuk menghadapi tantangan masa depan dengan baik.
—