Contoh Post-Truth dalam Kehidupan Sehari-hari—Post-truth adalah situasi di mana fakta-fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan emosi dan keyakinan pribadi. Berikut contoh post-truth dalam kehidupan sehari-hari:
[1] Berita Hoaks di Media Sosial
Banyak orang membagikan berita palsu tentang kesehatan, seperti klaim bahwa “air kelapa bisa menyembuhkan semua penyakit”. Meskipun para ahli medis sudah membantah, beberapa orang tetap mempercayainya karena emosi dan keyakinan pribadi mereka lebih kuat dibandingkan fakta yang sebenarnya.
[2] Teori Konspirasi
Ada orang yang percaya bahwa pendaratan manusia di bulan adalah kebohongan, meskipun banyak bukti ilmiah yang menunjukkan kebenarannya. Mereka lebih mempercayai perasaan curiga dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah daripada fakta-fakta ilmiah.
[3] Kampanye Politik
Selama pemilu, seorang kandidat politik menyebarkan informasi yang salah atau berlebihan tentang lawan politiknya untuk memengaruhi emosi pendukungnya. Meski klaim tersebut sudah dibantah, pendukung kandidat tetap mempercayainya karena kesetiaan emosional terhadap kandidat tersebut.
Contoh-contoh ini menunjukkan bagaimana emosi dan keyakinan bisa mengalahkan fakta, menciptakan fenomena post-truth dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mengedukasi masyarakat tentang post-truth secara efektif, penting untuk menggabungkan beberapa pendekatan yang mendorong kesadaran kritis, memperkuat literasi media, dan meningkatkan pemahaman tentang pentingnya fakta. Berikut adalah cara-cara mengedukasi tentang post-truth:
Meningkatkan Literasi Media:
- Ajarkan cara membedakan sumber informasi yang terpercaya dari yang tidak.
- Ajak orang untuk selalu memeriksa fakta sebelum membagikan berita atau informasi di media sosial.
- Gunakan contoh-contoh nyata dari berita hoaks atau misinformasi untuk menunjukkan bagaimana emosi dan manipulasi informasi dapat mengarah pada post-truth.
Mendorong Pemikiran Kritis:
- Latih kemampuan analisis dengan memberikan materi tentang bagaimana memeriksa klaim berdasarkan bukti ilmiah atau fakta yang dapat diverifikasi.
- Ajak orang untuk mempertanyakan sumber informasi, termasuk siapa yang menyebarkannya dan apa motifnya.
- Perkenalkan metode ilmiah dalam evaluasi informasi, seperti mengandalkan bukti objektif dan metode verifikasi yang transparan.
Memperkuat Pemahaman Tentang Fakta dan Emosi:
- Jelaskan bagaimana post-truth sering mengeksploitasi emosi, dan mengapa penting untuk tidak membiarkan emosi sepenuhnya mendikte pemahaman kita tentang suatu isu.
- Diskusikan pentingnya memahami bias pribadi dan bagaimana emosi dapat memengaruhi cara kita menerima informasi.
Memberi Contoh Positif dari Pemimpin atau Figur Publik:
- Edukasi tentang bagaimana figur publik atau tokoh masyarakat yang berintegritas selalu menyampaikan informasi berdasarkan fakta, dan dorong figur-figur ini sebagai teladan dalam berbicara secara jujur dan berdasarkan bukti.
- Tunjukkan kampanye yang sukses dalam mengatasi post-truth dengan transparansi dan komunikasi berbasis data.
Contoh Post-Truth dalam Kehidupan Sehari-hari
Menggunakan Teknologi dan Aplikasi Pemeriksa Fakta:
- Promosikan penggunaan aplikasi atau situs web yang bisa membantu memverifikasi klaim yang beredar di media sosial.
- Ajak orang untuk selalu menggunakan platform seperti Snopes, Hoax Slayer, atau CekFakta sebelum mempercayai atau menyebarkan informasi.
Melibatkan Institusi Pendidikan:
- Masukkan literasi digital dan kritis sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah.
- Buat program-program diskusi di komunitas yang mengajarkan pentingnya fakta dalam pengambilan keputusan, baik dalam konteks politik, sosial, maupun kesehatan.
Mengedukasi masyarakat tentang post-truth harus dilakukan secara berkelanjutan, dengan memfokuskan pada peningkatan kesadaran akan pentingnya fakta objektif dan memperkuat kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi arus informasi yang deras.
Upaya LDII Menghadapi Era Post-Truth Melalui Literasi Digital
Dalam menghadapi era post-truth, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) mengambil berbagai langkah strategis untuk mengedukasi masyarakat dan generasi muda terkait pentingnya menyebarkan informasi yang akurat.
Post-truth, yang sering ditandai dengan dominasi emosi dan keyakinan pribadi atas fakta objektif, telah menantang kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang mereka terima, khususnya di media sosial. Menyadari tantangan ini, LDII mengembangkan program literasi digital untuk memperkuat kemampuan masyarakat dalam menyaring dan menyebarkan informasi yang benar.
Salah satu upaya yang dilakukan LDII adalah melalui pelatihan bagi generasi muda dalam jurnalistik dan literasi digital. Pelatihan ini bertujuan membekali mereka dengan keterampilan untuk memproduksi dan memverifikasi informasi, sehingga dapat melawan disinformasi yang kerap muncul di berbagai platform digital.
Generasi muda didorong untuk memahami pentingnya menyebarkan berita yang benar dan bertanggung jawab, terutama dalam konteks dakwah Islam.
Contoh Post-Truth dalam Kehidupan Sehari-hari
Selain pelatihan, LDII juga secara aktif menggelar rapat koordinasi (rakor) yang diikuti oleh pengurus LDII di tingkat DPD dan DPW dari seluruh Indonesia. Melalui rakor ini, LDII membentuk kesepahaman di antara para anggotanya mengenai strategi literasi digital.
Tujuannya adalah untuk menyebarkan informasi yang akurat, menjaga kebenaran (real trust), dan meminimalkan penyebaran berita hoaks atau disinformasi yang dapat merugikan masyarakat.
Inisiatif LDII ini sejalan dengan prinsip-prinsip jurnalisme yang baik dan bertujuan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran informasi. Dengan mengedukasi masyarakat melalui berbagai pelatihan dan koordinasi, LDII berharap bisa membantu menanggulangi dampak post-truth, terutama dalam konteks dakwah dan informasi digital.