LDII Peringati Hari Jamu Nasional — Indonesia merayakan Hari Jamu Nasional setiap tanggal 27 Mei dengan tujuan mengangkat eksistensi jamu di Indonesia. Jamu adalah minuman herbal tradisional Indonesia yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti akar, daun, buah, biji-bijian, atau rempah-rempah, yang lazim orang campur dengan air dan bahan pengemulsi seperti gula atau madu.
Selain memiliki manfaat kesehatan, jamu juga merupakan bagian dari warisan budaya Indonesia, telah manusia gunakan sebagai obat alami oleh masyarakat Indonesia selama berabad-abad.
Berbagai jenis jamu di Indonesia memiliki manfaat khas. Misalnya, jamu kunyit asam bermanfaat untuk meringankan rasa sakit haid, menyegarkan tubuh, dan mencegah sariawan. Jamu temulawak populer sebagai obat hepatitis karena mampu mencegah penyakit hati dan menurunkan kolesterol.
Sejarah jamu di Indonesia ada sebelum penjajahan Belanda, tetapi minat dokter Belanda, Inggris, atau Jerman terhadap jamu muncul sejak awal abad ke-17. Buku seperti Practical Observations on a Number of Javanese Medications oleh dr. Carl Waitz pada tahun 1829, mencatat penggunaan jamu, misalnya rebusan sirih untuk batuk dan kulit kayu manis untuk demam.
Peringatan Hari Jamu Nasional pada setiap tanggal 27 Mei memunculkan kembali minuman herbal tradisional Indonesia yang telah berabad-abad menjadi bagian dari budaya dan kesehatan. Selain memiliki manfaat kesehatan, jamu juga menjadi bagian dari warisan budaya Indonesia.
Indonesia untuk kali pertama memeringati Hari Jamu Nasional pada tahun 2008 di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada saat itu, eksistensi jamu terasa semakin memudar. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintah menetapkan Hari Jamu Nasional setiap tanggal 27 Mei. Lalu pada 2024, Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) akan menyelenggarakan Pekan Jamu bertema ‘Sehatkan Negeri Bersama Jamu’ untuk memperingati Hari Jamu Nasional.
LDII Peringati Hari Jamu Nasional: Menghidupkan Kembali Warisan Budaya dan Kesehatan
Rubio, Ketua DPP LDII dan juga Profesor Riset Tanaman Perkebunan Organisasi Riset Pertanian dan Pangan – BRIN, menyatakan bahwa tema tersebut selaras dengan penerimaan jamu di tengah masyarakat Indonesia.
“Banyak masyarakat meminum jamu sudah, maka selayaknya sejak dini masyarakat Indonesia mengenal jamu,” ujarnya.
Meskipun jamu telah lama menjadi warisan budaya Indonesia, generasi muda cenderung kurang mengkonsumsinya. Karena itu, perlu upaya untuk mengemas atau menyajikan jamu dengan lebih modern agar generasi bisa menerima secara mudah. Hal ini penting mengingat Indonesia kaya dengan plasma nutfah untuk tanaman obat, rempah, dan herbal.
Rubiyo menekankan pentingnya generasi muda memahami manfaat jamu dan obat herbal untuk pencegahan penyakit degeneratif sejak dini. Dalam konteks ini, pengemasan informasi tentang jamu dan obat herbal dengan menggunakan teknologi yang lebih modern, beliau berharap dapat meningkatkan minat generasi muda dalam mengonsumsi jamu.
Selain itu, pengemasan produk jamu dan obat herbal dalam bentuk yang lebih modern juga, targetnya – dapat meningkatkan minat generasi muda dalam mengonsumsi jamu. Dengan upaya tersebut, jamu dan obat herbal mampu sebagai salah satu komoditas bernilai ekonomis bagi negara.
Apa itu Plasma Nutfah ?
Plasma Nutfah adalah istilah yang digunakan dalam bidang pertanian dan konservasi genetik untuk merujuk kepada kumpulan materi genetik yang terkandung dalam biji-bijian, umbi-umbian, atau bagian tumbuhan lainnya yang digunakan untuk reproduksi tanaman.
Plasma nutfah mengandung keragaman genetik yang luas, yang merupakan kunci untuk adaptasi tanaman terhadap lingkungan yang berubah dan memberikan sumber daya genetik untuk pemuliaan tanaman.
Dalam konteks penggunaan tanaman obat dan rempah-rempah seperti yang disebutkan dalam artikel sebelumnya, plasma nutfah menjadi penting karena menyimpan keragaman genetik tanaman-tanaman tersebut, yang memungkinkan pengembangan berbagai jenis jamu dan obat herbal dengan khasiat yang beragam.