Peran Literasi Keuangan dan Emosional dalam Ketahanan Keluarga—Keluarga menjadi fondasi utama dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Tidak hanya berperan memenuhi kebutuhan materi, keluarga juga memberikan stabilitas psikologis yang menentukan kesejahteraan anggotanya.
Namun, berbagai tekanan ekonomi saat ini menjadi tantangan bagi banyak keluarga, yang jika tidak diatasi dapat memicu stres, kecemasan, hingga konflik internal. Oleh karena itu, literasi keuangan dan keterampilan psikologis menjadi faktor utama dalam membangun keluarga yang tangguh secara ekonomi dan emosional.
Menjawab kebutuhan ini, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY melalui Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga menggelar Seminar dan Lokakarya (Semiloka) bertema “Membangun Keluarga Tangguh Finansial dan Emosional” serta “Menjadi Orangtua Asyik Bagi Anak”.
Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu (23/11/2024) di Grand Keisha Yogyakarta, Sleman, dan dihadiri oleh peserta dari berbagai organisasi perempuan ormas Islam serta pondok pesantren di DIY.
Dalam seminar, Hj. Dr. Asmar, S.Psi., M.Psi., menjelaskan bahwa ketahanan keluarga dapat dicapai dengan mengoptimalkan delapan fungsi keluarga, yaitu keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan.
“Fungsi ekonomi keluarga mencakup pemenuhan kebutuhan hidup, pembagian peran, perencanaan keuangan, dan peningkatan kemampuan individu untuk mendukung kesejahteraan keluarga,” paparnya.
Dr. Hj. Maya Fitria, dosen Psikologi UIN Sunan Kalijaga, menambahkan bahwa komunikasi yang baik, dukungan emosional, pola hidup sehat, serta kemampuan menghadapi masalah bersama adalah kunci ketangguhan keluarga. Ia juga menekankan pentingnya pendidikan agama sebagai landasan dalam membentuk karakter keluarga.
Peran Literasi Keuangan dan Emosional dalam Ketahanan Keluarga
Lokakarya “Menjadi Orangtua Asyik Bagi Anak” membahas pentingnya hubungan emosional antara orangtua dan anak. Hj. Fatma Amilia, S.Ag., M.Si., dari Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga MUI DIY menjelaskan empat peran utama orangtua: perawatan, pengasuhan, perlindungan, dan pendidikan.
“Orangtua harus mampu memberikan contoh dan membiasakan hal-hal positif agar anak tumbuh dengan karakter yang baik,” urainya.
Sarjoko, M.A., dosen yang sedang studi doktoral di UGM, menekankan pentingnya komunikasi dengan anak.
“Mendengar adalah cara sederhana untuk menjalin kedekatan. Mulailah dengan pertanyaan ringan seperti pengalaman mereka di sekolah,” jelasnya.
Kegiatan ini juga dihadiri Perempuan LDII DIY, di antaranya Fitri Anomsari, S.Sos., M.Ab., yang menyatakan dukungan terhadap program MUI.
“Lokakarya ini membantu orangtua menghadapi pengaruh negatif dari lingkungan luar. Dengan pengetahuan yang diberikan, keluarga dapat menjadi tangguh dan berakhlak mulia,” ungkapnya.
Melalui Pokja Perempuan LDII, pihaknya siap bekerja sama dengan MUI untuk mewujudkan keluarga yang kuat secara finansial, emosional, dan spiritual.
Discover more from LDII PC Soreang
Subscribe to get the latest posts sent to your email.