Program Eco-Pesantren Tingkatkan Kesadaran Lingkungan di Ponpes LDII Jawa Timur
Universitas Gadjah Mada (UGM), Sekolah Tinggi Agama Islam Minhaajurrosyidin (STAIMI) Jakarta, dan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Bu Nandang berkolaborasi dalam menerapkan program Eco-Pesantren.
Program ini bertujuan melindungi dan melestarikan ekosistem pondok pesantren (ponpes) guna menciptakan lingkungan yang bersih, hijau, dan sehat.
Kegiatan berlangsung dari 20 November hingga 19 Desember 2024, melibatkan tiga ponpes LDII di Jawa Timur: Ponpes Wali Barokah Kediri, Ponpes Gadingmangu Jombang, dan Ponpes Kertosono Nganjuk.
Pelatihan meliputi pemanfaatan sampah organik menjadi kompos, eco-enzim, pupuk cair, serta pengolahan sampah plastik menjadi produk kreatif.
Dosen UGM sekaligus inisiator program Kyai Peduli Sampah, Atus Syahbudin, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan menyamakan pemahaman dan memberdayakan warga pesantren dalam pelestarian lingkungan.
“Aktivitas sehari-hari di ponpes diarahkan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya ramah lingkungan. Semua elemen pesantren, termasuk dewan guru, ustadz, santri, dan staf, dilibatkan secara aktif,” ujar Atus yang juga membidani Departemen Litbang, IPTEK, Sumber Daya Alam, dan Air (LISDAL) DPP LDII.
![Program Eco-Pesantren Tingkatkan Kesadaran Lingkungan di Ponpes LDII Jawa Timur](https://ldiisrg.web.id/wp-content/uploads/2024/12/Berita-Ponpes-LDII-Jawa-Timur.webp)
Edukasi dan fasilitas memadai menjadi kunci keberhasilan program ini. Para santri diajarkan 29 karakter luhur yang mendukung pelestarian lingkungan, menciptakan pola pikir ramah lingkungan, dan memperkuat ketahanan pangan.
Optimalisasi lahan pesantren juga difokuskan untuk menanam sayuran, empon-empon, dan buah-buahan. Selain itu, masyarakat sekitar dilatih mengolah sampah organik, mendirikan rumah magot, serta mengelola bank sampah.
Atus menambahkan pentingnya pengadaan incinerator untuk pengelolaan sampah residu dan pelatihan bagi divisi media sosial terkait ProKlim dan Sistem Registri Nasional (SRN). Survei awal dilakukan untuk memetakan kondisi ponpes dan perilaku santri dalam menjaga kebersihan.
“Santri dibiasakan menghemat air dan listrik, memilah sampah, serta mengurangi plastik dan kertas sekali pakai. Bahkan, bagi santri putri—penggunaan pembalut diganti dengan handuk menstruasi,” jelasnya.
Lilik Purwati, Kepala Bidang Konservasi Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Jombang, bersama Atus Syahbudin, juga meninjau implementasi rumah magot di Ponpes Gadingmangu.
Kegiatan lainnya meliputi sosialisasi Program Eco-Pesantren dan Kampung Iklim (ProKlim), serta pelatihan pemanfaatan limbah dapur dan daun untuk pembuatan pupuk organik.
Erni Suhaina, pemilik LKP Bu Nandang, berharap hasil kreasi dari sampah plastik dapat dipasarkan melalui marketplace dan showroom pesantren.
“Keputrian ponpes dilatih memproduksi dan memasarkan hasil karya mereka secara daring. Showroom pesantren juga menjadi ruang pamer untuk produk berbahan sampah anorganik,” jelasnya.
Dosen STAIMI Hari Winarsa mengungkapkan bahwa limbah organik seperti air leri dan daun sersak dapat diolah menjadi pupuk berkualitas.
Inovasi ini bertujuan mengurangi limbah terbuang dan mendukung keberlanjutan lingkungan. Berkat inovasi ini, Hari bersama delapan mahasiswa STAIMI meraih medali emas dalam kompetisi Quality Excellence Activity (QEA) pada Temu Karya Mutu dan Produktivitas Nasional (TKMPN) XXVIII di Bali.
Hari menegaskan bahwa ketiga ponpes memiliki potensi besar dalam menjalankan program Eco-Pesantren. Ia berharap inisiatif ini menciptakan lingkungan yang hijau, memperkuat ketahanan pangan, serta mengurangi dampak perubahan iklim.
“Pesantren harus menjadi pusat pendidikan yang relevan dengan tantangan masa kini, sekaligus memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan,” pungkasnya.