Rukyatul Hilal: Sinergi antara Ibadah dan Ilmu dalam Menentukan Awal Bulan

Rukyatul Hilal: Sinergi antara Ibadah dan Ilmu dalam Menentukan Awal Bulan

Rukyatul Hilal: Sinergi antara Ibadah dan Ilmu dalam Menentukan Awal Bulan—Rukyatul hilal, sebuah praktik yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, merupakan tradisi bersejarah dalam menentukan awal bulan baru.

Dalam kurun waktu satu dekade terakhir, LDII telah berhasil membentuk tim rukyatul hilal di setiap provinsi, mengukuhkan komitmennya dalam menjalankan perintah agama. Berikut ini sejarahnya …

Pada suatu sore (Minggu, 10/3/2024) yang khas di Pantai Pelabuhan Ratu, awan tebal menyelimuti cakrawala, hanya menyisakan kilau oranye yang lembut. Di Pusat Observasi Bulan (POB) Cibeas, puluhan pemantau hilal berkumpul, termasuk tim Rukyatul Hilal LDII yang penuh semangat.

Dengan penuh harapan, mereka mengarahkan lensa teropong ke arah matahari yang tenggelam, mengintip peluang untuk melihat bulan sabit muda yang diharapkan muncul. Namun, meski sebagian anggota mencatat dengan cermat, awan tebal terus menutupi harapan mereka.

Nanang Ahmad, salah satu anggota Tim Rukyatul Hilal DPP LDII, mengungkapkan betapa sulitnya melihat hilal pada hari itu. Menurut analisis hisab dan kondisi astronomi, kemungkinan hilal terlihat sangat kecil, terutama karena interaksi rotasi antara matahari dan bumi.

“Posisi bulan saat matahari tenggelam, menurut prediksi, hanya berkisar pada nol koma sekian derajat, sehingga peluang hilal muncul menjadi sangat tipis,” jelasnya.

Cuaca pun menjadi faktor krusial yang mempengaruhi pemantauan hilal. POB Cibeas Sukabumi adalah salah satu dari 73 lokasi pemantauan hilal yang tersebar di seluruh Indonesia. “Saat itu kondisi cerah berawan dan berkabut menyelimuti arah tenggelamnya matahari, menjadikan pengamatan hilal semakin sulit,” tambahnya.

Meskipun lembaga-lembaga riset seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memberikan prediksi terkait awal bulan Ramadan, LDII tetap berkomitmen untuk melakukan pemantauan hilal sebagai langkah konfirmasi terhadap metode hisab yang digunakan.

“Ini adalah ikhtiar kami untuk memastikan apakah hilal benar-benar tidak terlihat pada hari ini, sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk melaksanakan rukyatul hilal,” ungkapnya.

Di setiap awal bulan Ramadan dan Syawal, tradisi merukyat hilal menjadi fokus utama bagi umat Islam untuk menentukan waktu memulai dan mengakhiri ibadah puasa. Oleh karena itu, metode menghitung dan melihat hilal dengan ilmu falak menjadi perhatian mendalam bagi DPP LDII dalam menetapkan awal Bulan Hijriyah.

Dua minggu sebelum peristiwa tersebut, pada Selasa (27/2), Departemen Pendidikan Keagamaan dan Dakwah (PKD) DPP LDII mengadakan pelatihan teori dan praktik dalam melihat hilal. Pelatihan ini diikuti oleh anggota Tim Rukyatul Hilal LDII di seluruh penjuru Indonesia.

Ketua Departemen PKD DPP LDII, KH Aceng Karimullah, menyampaikan bahwa pelatihan ini merupakan rutinitas yang dilakukan LDII untuk membekali tim yang terlatih, yang akan mewakili DPW dan DPD LDII dari seluruh Indonesia. “Dengan adanya pelatihan ini, kami berharap setiap provinsi dapat memiliki perwakilan tim hisab rukyat yang mampu memberikan laporan akurat terkait pengamatan hilal,” harap KH Aceng.

BACA JUGA:  Musda Ke-8 LDII Kota Bandung: Komitmen Tingkatkan Sinergi dan Kontribusi Sosial

Tim Rukyatul Hilal DPP LDII, yang dibentuk sejak tahun 2012, diawali dengan hanya memiliki 5 unit teropong. Kini, setelah 12 tahun, tim ini telah berkembang dengan alat yang lebih modern dan tersebar di seluruh Indonesia.

DPP LDII optimis bahwa tim hisab rukyat di setiap provinsi dapat berkolaborasi dengan lembaga atau organisasi masyarakat lainnya. “Kami percaya bahwa generasi ketiga ini akan mencakup semua provinsi, dan kami berharap setiap tim dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu ini di tingkat lokal,” tambahnya.

Sementara itu, anggota Departemen PKD DPP LDII, Wilnan Fatahillah, menjelaskan mengenai tugas dan fungsi utama tim rukyatul hilal. Tim ini terdiri dari pengurus DPP yang telah menjalani pelatihan hisab-rukyat, serta pengurus dan guru pondok pesantren yang juga mendapatkan pelatihan serupa. “Mereka menjadi ujung tombak dalam melakukan pengamatan dan perhitungan posisi hilal,” ujarnya.

Salah satu tugas utama tim ini adalah menghitung awal bulan Ramadan, Syawwal, dan Dzuhijjah, serta melaporkannya kepada Ketua Umum dan Dewan Penasihat Pusat DPP LDII. “Mereka juga bertanggung jawab melaksanakan pengamatan hilal di lokasi yang ditentukan, baik secara mandiri maupun bekerja sama dengan pemerintah dan organisasi Islam lainnya, untuk mengonfirmasi hasil hisab yang telah dilakukan.”

Selain itu, tim ini juga memiliki tanggung jawab untuk mendalami pengetahuan tentang ilmu falak melalui pelatihan hisab-rukyat, serta menyusun laporan kegiatan dan memantau tim rukyat hilal di wilayah DPD Kota/Kabupaten.

Setelah pelatihan, mereka bergerak untuk melakukan rukyatul hilal di 73 titik pemantauan di seluruh Indonesia. Dengan ketelitian, mereka mengintip langit dari balik teleskop dan binokular. Hasil pemantauan ini kemudian dijadikan rujukan dalam menentukan awal Ramadan yang akan dibahas pada sidang isbat.

Sidang Isbat Penetapan 1 Ramadan

Kementerian Agama (Kemenag) menerima laporan rukyatul hilal dari 134 titik di berbagai daerah untuk menetapkan awal Ramadan 2024. Observasi yang dilakukan di beberapa titik ini menjadi dasar bagi musyawarah dalam sidang isbat.

Sidang ini dihadiri oleh perwakilan organisasi masyarakat Islam, duta besar negara sahabat, serta jajaran Kemenag, dimulai dengan seminar yang dipaparkan oleh anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag, H. Cecep Nurwendaya.

Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa secara astronomis, posisi hilal di Indonesia pada saat maghrib tanggal 10 Maret 2024 atau 29 Sya’ban 1445 H masih di bawah kriteria baru MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) yang ditetapkan pada tahun 2021, sehingga kecil kemungkinan untuk teramati.

BACA JUGA:  Silaturahmi Kebangsaan IV LDII Jateng 2024: Wujudkan Toleransi dan Persatuan di Brebes

“Di seluruh wilayah Indonesia, posisi hilal pada 29 Sya’ban 1445 H sudah berada di atas ufuk. Namun, masih berada di bawah kriteria imkanur rukyat MABIMS,” jelas Cecep.

Kriteria baru MABIMS menetapkan bahwa hilal dapat teramati secara astronomis jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan sudut elongasi minimal 6,4 derajat. Sementara itu, menurut Cecep, pada saat Magrib 10 Maret 2024, tinggi hilal di seluruh Indonesia berkisar antara -0° 20‘ 01“ (-0,33°) hingga 0° 50‘ 01“ (0,83°), dengan elongasi antara 2° 15‘ 53“ (2,26°) hingga 2° 35‘ 15“ (2,59°).

“Melihat angka-angka tersebut, secara teoritis, hilal menjelang awal Ramadan 1445 H pada hari rukyat ini dapat diprediksi tidak akan teramati, karena posisinya di bawah kriteria Imkan Rukyat,” ungkap Cecep.

Menanggapi situasi ini, Wilnan Fatahillah, anggota Departemen PKD DPP LDII yang juga hadir di sidang isbat Kemenag, menjelaskan bahwa berdasarkan laporan dari Tim Rukyatul LDII, posisi hilal pada saat itu sangat rendah, membuat pengamatan hilal di seluruh nusantara menjadi sulit.

“Sebetulnya, sebelum kesepakatan MABIMS mengenai standar minimal posisi hilal yang terlihat, pengalaman kami menunjukkan bahwa hilal di ketinggian dua derajat pun sudah sulit terlihat. Apalagi dengan posisi nol derajat ini, dapat dipastikan bahwa melihat hilal adalah mustahil,” ujarnya.

Walaupun secara teoritis hilal diprediksi tidak akan terukyat menurut metode hisab, ia tetap berpendapat bahwa rukyatul hilal perlu dilakukan sebagai bentuk ibadah.

“Kita mengikuti kedua metode, hisab dan rukyat. Rukyat dilakukan untuk mengonfirmasi hasil perhitungan hisab yang telah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, baik hisab maupun rukyat harus dilaksanakan untuk memenuhi perintah Al-Qur’an dan Al-Hadits,” tutupnya. (FU/LINES)

Artikel kali ini menggambarkan perjalanan penting LDII dalam menentukan awal bulan Ramadan melalui rukyatul hilal. Kegiatan ini menunjukkan komitmen LDII untuk menjalankan perintah agama dengan cara yang sesuai dengan prinsip ilmiah, menggabungkan metode rukyat dan hisab.

Melalui pelatihan dan pengamatan hilal yang dilakukan di berbagai lokasi, LDII tidak hanya memperkuat pemahaman anggota tentang ilmu falak, tetapi juga menjalin kolaborasi dengan lembaga lain. Ini adalah langkah bersejarah yang menegaskan peran LDII dalam masyarakat dan dalam pelaksanaan ibadah di bulan Ramadan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *